Senin, 14 Desember 2015

SENSASI WISATA KAMPUNG PULO

SENSASI WISATA KAMPUNG PULO


Kampung Pulo yang terletak di desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut  telah menjadi salah satu tujuan wisata di Jawa Barat. Selain menghadirkan suasana eksotik dengan pemandangan alamnya, untuk mengunjungi lokasi ini kita harus menyeberangi danau menggunakan getek bambu. Sensasi petualangan bagi yang tidak terbiasa menggunakan transportasi air tradisional.
Getek Kampung Pulo berbeda dengan getek pada umumnya. Getek kampung pulo terbuat dari bambu fuluh (besar) dengan panjang kurang lebih 30 meter. Bambu tersebut kemudian dirakit khusus dengan 40 batang bambu lain membentuk sampan. Di tengah-tengah sampan, dibuat atap untuk melindungi penumpang dari hujan dan panas.
Menurut Zaki, koordinator juru pemelihara Kampung Pulo, kawasan wisata adat Kampung Pulo Kampung Pulo dikelilingi danau seluas 2,5 ha. Hal ini membuat kebutuhan transportasi air menjadi besar. Saat ini tersedia puluhan getek yang siap mengantarkan atau menjemput wisatawan pergi-pulang ke Kampung Pulo.
Kampung Pulo juga memiliki banyak pohon besar yang rindang. Kombinasi damai, sepi, pohon besar nan rindang, bangunan tua, dan gaya berpakaian penghuninya, membuat kampung terasa sejuk dan sinub (memiliki nuansa mistis). Bagi orang tertentu, nuansa mistis ini akan segera terasa saat memasuki kawasan adat Kampung Pulo.
Purwanto dan Dimas Jendra dari Puskom Publik Kemenkes Jakarta, mengakui  adanya nuansa lain saat berwisata di Kampung Pulo tersebut. “Bulu kudukku berdiri dan badan merinding”, kata Dimas.
Entis, petugas Promkes dari Puskesmas Kampung Pulo memberikan penuturan berbeda. Dia tidak mau minum teh botol yang disediakan Zaki koordinator juru pemelihara situs adat Kampung Pulo itu. “Saya tidak biasa minum teh botol, silahkan saja yang lain minum”, kata Entis saat itu.
Menurut Eulis Dahniar, Kasi Promosi Kesehatan Dinkes Garut, Entis bukannya tidak terbiasa minum teh botol, tapi karena mendapat pesan dari pihak lain (ghoib) tidak boleh minum teh botol tersebut. Akibatnya, teh botol tersebut utuh hingga akhir kunjungan. Apakah betul nuansa mistis itu betul-betul terjadi? Penulis tidak mengalami seperti yang dialami anggota pengunjung yang lain.
Saya tidak merasakan hal yang aneh dalam kunjungan itu. Teh botol habis, masuk ruang pameran tidak ada nuansa aneh, bahkan meminta juru foto untuk memfoto berbagai macam aneka peninggalan kuno di ruang tersebut, termasuk lukisan abstrak Arif Muhammad setelah meminta izin kepada petugas.
Asal usul penduduk
Menurut Tatang Sanjaya, penduduk Kampung Pulo awalnya beragama Hindu. Hal ini dapat dirujuk dari peninggalan Candi Cangkuang yang diperkirakan dibangun pada abad 8 M.
Menurut kisah yang diceritakan turun-temurun, sekitar abad ke-17, Arif Muhammad, panglima perang Kerajaan Mataram yang kalah perang melawan VOC, melarikan diri. Arif tidak mau kembali ke Mataram, karena malu. Dia memilih menetap di Desa Cangkuang. Nama Cangkuang diambil dari sebuah pohon yang bernama Cangkuang. Salah satu jenis pohon yang seluruh unsurnya mulai dari batang, daun dan buahnya dapat digunakan untuk bahan pengobatan.
“Pernah salah satu mahasiswa fakultas farmasi meneliti pohon Cangkuang, mereka menemukan pohon Cangkuang mengandung bahan untuk obat-obatan, sayang saya lupa untuk obat penyakit apa saja”, ujar Zaki.
Menurut Zaki, Arif Muhammad kemudian menikah dengan wanita keturunan Sunda. Hasil pernikahan ini melahirkan 7 orang anak, 6 wanita dan 1 laki-laki. Dalam perjalanannya, laki-laki terlebih dahulu meninggal, sehingga dilambangkan dengan bangunan masjid. Masjid ini kemudian digunakan untuk beribadah umat Islam yang sedang berwisata di Kampung Pulo. Selanjutnya, 6 anak wanita dilambangkan dengan 6 rumah panggung dengan jenis, bentuk dan model bangunan yang sama. Rumah inilah yang mereka gunakan untuk membesarkan keluarga dan membudayakan adat istiadat.
Ke-enam rumah tersebut hanya boleh dihuni oleh satu kepala keluarga secara turun temurun bergantian. Kalau ada anggota keluarga yang menikah, maka mereka harus mencari tempat tinggal ke luar dari Kampung Pulo. Mereka dapat menghuni rumah adat kampung pulo tersebut setelah ayahnya atau kepala rumah tangga meninggal. Budaya itu terus mereka pelihara hingga saat ini. Buktinya, sejak abad ke-17 hingga hari ini, di Kampung Pulo hanya terdapat 6 rumah keluarga dan 1 masjid sebagai lambang keturunan Arif Muhammad.
Program Kesehatan
Menurut Zaki, sekalipun terpencil, warga Kampung Pulo telah menjalani berperilaku hidup sehat dan bersih, walau belum lengkap. Paling tidak, mereka telah terbiasa secara turun-temurun membuang air besar dalam WC di belakang rumah mereka masing-masing.
“WC mereka sejak dulu sudah terpisah dari rumah. Jadi secara kesehatan WC terpisah dari rumah lebih baik dari pada yang di dalam satu rumah, kecuali terpaksa seperti kawasan padat penduduk. Selain itu, mereka menempatkan WC berdekatan dengan sumber air bersih (sumur). Khusus menjaga kebersihan warga Kampung Pulo melakukan kerja bakti 2 kali dalam seminggu”, ujar Zaki.
Saat ini, Zaki sedang mengembangkan apotik hidup dan warung hidup. Apotik hidup dan warung hidup diharapkan dapat menjadikan masyarakat hidup sehat dengan kearifan lokal. Sekaligus menjadi pusat studi bagi wisatawan. Saat ini Kampung Pulo telah memiliki kurang lebih 142 jenis tanaman obat, termasuk pohon Cangkuang.
“Kami punya keinginan Kampung Pulo ini menjadi tempat wisata sekaligus studi dan budaya bagi masyarakat. Ketika masyarakat datang kemari, mereka mendapatkan banyak hal dari sini, mulai dari budaya hidup sehat sampai menemukan kearifan lokal yang berguna bagi kesehatannya”, kata Zaki.
Untuk mendukung harapannya, Zaki membuka kesempatan kepada semua pihak berpartisipasi mewujudkannya. Termasuk manggalang dukungan dana dari pemerintah Kabupaten Garut, Provinsi Jabar maupun Pemerintah Pusat. Atas ajakan tersebut, Dimas seorang wisatawan dari Kemenkes memberi kontak person penanggung jawab Tanaman Obat Kesehatan Kemkes di Tawangmangu. Semoga kerja sama dapat terwujud. Amin. (pra)

1. PELAYANAN PUBLIK DI KAMPUNG TERPENCIL
Zaki adalah koordinator pemelihara adat Kampung Pulo. Sebuah kampung di desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Tahun ini, Zaki genap 17 tahun menjadi petugas juru pemelihara kampung adat. Tugasnya sebagian besar adalah pelayanan masyarakat. Dia sangat menikmati makna pelayanan publik, khususnya pelayanan kepada wisatawan yang berkunjung ke Kampung Pulo. Dia mengaku mendapatkan kebahagian lahir batin.
Secara lahir saya sudah menjadi PNS, menikmati gaji setiap bulan, sudah cukup tidak ada kekurangan apapun. Secara batin saya menikmati menjadi pelayan publik. Apalagi di Kampung Pulo ini bukan sekedar wisata. Tapi ada unsur studi, penelitian dari aspek kesehatan dan budaya. Dari aspek kesehatan sudah 5 orang lulus farmasi yang mengambil objek penelitian dari Kampung Pulo ini, bahkan telah melahirkan seorang doktor dari naskah kuno Kampung Pulo. Mereka mengambil pembuatan kertas kuno dari pelepah kayu yang tumbuh di Kampung Pulo ini, sambil menunjuk desertasi setebal 10 cm.

2. Kuncen Kampung Pulo
Tatang Sanjaya (60 tahun), rela hidup sederhana dan bersahaja di kampung adat pulau, desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Dia bersedia hanya menjadi kuncen pemegang makam para leluhurnya. Hidup apa adanya. Bercocok tanam dengan hasil seadanya. Cukup atau tidak, Tatang tetap konsisten dan tidak akan mengingkari perintah nenek moyangnya. Dia hanya akan  mencari nafkah di lingkungan Kampung Pulo, sekalipun sangat berat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari secara normal.
Berkat kesabaran dan ketekunan melaksanakan amanat adat, Tatang dan keluarga kini mulai mendapat berkah. Hal itu seiring dengan mulai dikenalnya Kampung Pulo sebagai salah satu tujuan wisata di Jawa Barat. Sejak tahun 1976, Kampung Pulo mulai diperkenalkan sebagai daerah wisata. Pemerintah memugar candi Cangkuang dan mengumpulkan artefak sejarah peninggalan Arif Muhammad. Naskah-naskah  kuno, tulisan khotbah Idul Fitri terpanjang di Indonesia, kitab fiqih, dan al-Quran yang ditulis di atas kayu Saih.  Semuanya dihimpun dalam museum yang terletak di dekat makam Arif Muhammad.

Saat ini sembilan puluh sembilan penduduk di desa Cangkuang beralih menjadi pedagang souvenir. Tatang dan keluarganya juga berjualan kerajinan tangan dan berbagai macam pernak-pernik dan perhiasan khas Sunda. Sasaran pelanggannya para pengunjung yang berwisata di Kampung Pulo.
Berwisata dan berziarah di Kampung Pulo, selain menghadirkan suasana mistis juga eksotis. Kampung Pulo dikelilingi 2,5 ha danau. Peziarah yang ingin memasuki kampung harus naik getek menyeberangi danau. Getek bambu yang melaju karena sebatang galah bambu dan tenaga manusia.

 Hasil gambar untuk tempat wisata kampung pulo
 Hasil gambar untuk tempat wisata kampung pulo

SUMBER: http://mediakom.sehatnegeriku.com/sensasi-wisata-kampung-pulo/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar